Tentang Sekolah

Sejak zaman dahulu pulau Bangka dan Belitung sudah terkenal dengan tambang timahnya. Pada akhir abad XVII banyak orang Tionghoa datang di pulau Bangka, Belitung, dan Kepulauan Riau. Mereka bekerja di tambang-tambang timah sebagai kuli-kontrak. Sehabis kontrak mereka pulang ke negeri asal. Tetapi ada juga yang menetap. Pada permulaan abad XIX datanglah seorang tabib Tiongkok bernama Paulus Cen On Ngie. Dia dibaptis menjadi katolik di Penang, ketika dia sedang berkunjung di daerah itu. Ketika tiba di Bangka (Sungaiselan), ia merasa sangat kasihan terhadap keadaan hidup orang-orang sebangsanya yang bekerja di tambang-tambang timah sebagai kuli-kontrak. Keadaan hidup mereka itu memang sungguh menyedihkan. Perhatian terhadap nasib para buruh tambang itu sangat minim. Meliaht situasi tersebut tergerak hati Paulus Cen On Ngie oleh belas kasihan, Paulus memberikan pelayanan kesehatan. Sambil melayani kesehatan mereka, Paulus juga mewartakan iman katolik. Di sela-sela kesibukannya sebagai tabib, ia mengajari mereka iman katolik dan mempersiapkan mereka untuk menerima baptisan. Kegiatan itu berlangsung di rumahnya. Karena itulah Paulus Cen On Ngie dapat dipandang sebagai pendiri misi di pulau Bangka.

Perjalanan sejarah Gereja Katolik di wilayah Keuskupan Pangkalpinang selalu mengalami pasang surut dari tahun ke tahun. Bila dihitung dan sejak disemaikannya iman katolik di Bangka oleh Paulus Cen On Ngie tahun 1830 sampai tahun direncanakan pendirian seminari 2010, maka iman katolik Keuskupan Pangkalpinang telah berusia 180 tahun. Imam putera daerah pertama baru ada dan ditahbiskan setelah 105 tahun berdirinya jemaat Sungai Selan. Imam putera daerah pertama itu adalah Pastor Mario John Boen. Beliau ditahbiskan Tahun 1935. Pastor Mario John Boen sekaligus sebagai imam Pribumi pertama Indonesia, (FX. Hendrawinata, “Pastor Johanes Mario Boen Thiam Kiat, Pr, dalam Imam Diosesan Akar Tunggung Gereja Katolik Indonesia, 2008, hal.13). Tahun 1975, empat puluh tahun setelah tahbisan Pastor Boen, RD. FX. Hendawinata Zen ditahbiskan menjadi imam putera daerah kedua. Tahbisan putera daerah ketiga adalah RD. Franz Adbauw Oedjan tahun 1994.

Jumlah imam semakin bertambah, namun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan Gereja Keuskupan Pangkalpinang yang meliputi wilayah Provinsi Bangka-Belitung dan Kepulauan Riau. Kebanyakan imam yang berkarya di keuskupan ini datang dari berbagai daerah. Idealnya keuskupan mempunyai imam-imam putera daerah sendiri. Nah, pendirian Seminari Menengah Mario John Boen merupakan solusi mendapatkan imam putera daerah sendiri. Istilah yang digunakan oleh Mgr, Hilarius Moa Nurak, SVD (alm), Keuskupan “mulai menyemai, menanam, dan memetik hasil ‘buah kebun’ sendiri”.

Jadi, pendirian Seminari Menengah Mario John Boen untuk mengatasi kekurangan imam tertahbis yang tidak sebanding dengan laju pertumbuhan jumlah umat di Keuskupan Pangkalpinang. Tujuannya adalah untuk mendidik calon-calon imam putera daerah bagi Gereja Keuskupan Pangkalpinang pada khususnya, dan bagi Gereja universal pada umumnya. Pendirian SMAK Seminari Mario John Boen berdasarkan Surat keputusan Uskup Pangkalpinang Nomor 100/A.1b/2011 tanggal 30 Maret 2011.

Perkembangan yang dimaksud adalah tempat dimulainya kehidupan Seminari Menengah Mario John Boen sejak awal sampai tempatnya yang sekarang. Selain itu juga pertumbuhan para seminaris secara kuantitas dari setiap angkatan.

Secara akademik, seminari ini dimulai pada TA 2012-2013. Belum ada Gedung sekolah dan asrama pada saat itu, seperti yang digunakan sekarang. Gedung sekolah dan asrama saat itu sedang dalam tahap proses pembangunan. Pada saat memulai Tahun Ajaran Baru, Gedung sekolah dan asrama menggunakan gedung SMAK St, Yosef yang lama. Gedung-gedung itu sebagian “disulap” menjadi perkantoran, asrama dan gedung sekolah. Artinya, seluruh aktifitas seminari berlangsung di bekas gedung SMAK St. Yosef Pangkalpinang.

Sabtu, 22 Desember 2012 diadakan peletakan batu pertama pembangunan gedung sekolah Seminari Menengah Mario John Boen. Batu pertama yang diletakan sebagai dasar bangunan ini adalah batu yang diambil dari atas puncak Gunung Sinai. Batu ini diambil dari Gunung Sinai oleh RD. FX. Hendawinata, Vicarius Generalis Keuskupan pangkalpinang, saat beliau ziarah ke Tanah Terjanji. Kita tahu bahwa di atas puncak Gunung Sinai itulah Yahweh memberikan Sepuluh PerintahNya kepada Musa. Sepuluh perintah Allah itu menjadi Pedoman Hidup Umat Allah (Perjanjian Lama) dalam ziarah hidup mereka sebagai umat pilihan Allah menuju tanah terjanji.

Simbolisasi yang secara sadar ingin ditegaskan dengan peletakan batu dari Gunung Sinai ini adalah semoga di Lembaga Pendidikan Calon Imam Tingkat pertama ini, Gereja Lokal Keuskupan Pangkalpinang, melalui para staff, menyediakan diri secara total untuk mendidik para calon pemimpin umat Allah seperti Musa mendampingi bangsa Israel menuju Tanah Terjanji.

Pada hari Senin, 03 Februari 2014 gedung sekolah Seminari Menengah Mario John Boen (gedung sekolah sekarang) mulai digunakan untuk kegiatan akademik. Gedung sekolah ini beralamat di Jalan Solihin, GP Dalam, Kel. Gajah Mada, Kec. Rangkui, Pangkalpinang-Bangka.

Selesai pembangunan gedung sekolah SMMJB dilanjutkan dengan pembangunan gedung asrama SMMJB. Asrama SMMJB (yang sekarang) digunakan sejak tgl 07 Februari 2016.

Logo SMAK Seminari Menengah Mario John Boen berbentuk sebuah lingkaran bertuliskan kata-kata, “Seminarium Minorum”, “Mariae Ioanni Boen”, dan “Diocesis Pangkalpinangensis,” yang dipisahkan oleh tiga buah regular pentagon berisi sebuah bintang pada masing-masingnya. Di dalam lingkaran yang berlatar-belakang biru laut, terdapat Salib dengan Corpus Christi, yang berdiri di atas Alkitab yang terbuka dengan tulisan, “Crescebat …. et proficiebat apud Deum et homines, (Lc 2 : 40. 52).” Di bawah Alkitab terdapat daun hijau berbentuk hati yang terbuka, dan sebagai latar belakang untuk Salib, Alkitab dan daun tersebut ada hati yang berwarna dasar coklat (padang gurun).

Logo ini mengacu ke Visi SMAK Seminari Mario John Boen, yaitu “menjadi seminaris yang mengasihi Allah dan manusia, ‘makin bertambah besar dan kuat,’ penuh hikmat dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia,” dan juga kepada Spiritualitas, yang digambarkan dengan tiga kata kunci : “openness,” “adventure,” dan “sacrifice.”

Penjelasan untuk unsur-unsur dalam Logo SMAK Seminari Mario John Boen adalah sebagai berikut:

  • Hati : melambangkan kasih kepada Allah (Salib dan Kitab Suci).
  • Daun berbentuk hati yang terbuka : melambangkan pertumbuhan dan keterbukaan kepada Allah melalui salib dan Kitab Suci.
  • Salib : melambangkan Allah yang berkorban. Civitas Academica SMAK Seminari Mario John Boen digembleng untuk mampu memiliki mental ‘siap berkorban.’
  • Warna coklat: melambangkan semangat adventure atau pencarian yang terus-menerus, tak kunjung henti.
  • Warna biru laut, yang menjadi latar-belakang bagian dalam lingkaran melambangkan wilayah Keuskupan Pangkalpinang, yang sebagian besar wilayahnya adalah lautan.